Oleh: sofwandzikry13
Waktu itu 28 Oktober 2011 kabar
buruk menghampiri diriku, ayah tercintaku jatuh sakit dan harus di rawat di ICU
di rumah sakit yang ada di Bandung. Kabar mengejutkan yang membuat saya untuk pertama
kalinya menangis adalah ayah saya harus
di kejut jantung.
Aku menangis
memohon kepada Allah SWT yang terbaik
untuk ayah tercintaku saat itu sebernarnya aku tidak boleh menengok saat
dilakukannya kejut jantung tetapi aku menoba menengok dan ayahku melihat aku
sambil berkata “ivan” disana aku
sudah tak bisa menahan air mata ini untuk terus
mengalir.
Alhamdulillah,
beliau memperlihatkan peningkatan tinggi setelah di kejut jantung namun masih
harus di rawat di ICU dan belum bisa di pindahkan, semakin hari ke hari ayahku
memperlihatkan peningkatan dan pada tanggal 9 oktober aku sempatkan pulang dari
rumah sakit karena esok hari ada ulangan mata pelajaran di sekolah dan juga
karena kondisi ayah yang terus meningkat. Sebelum aku pulang aku sempat
menengok ayah ke ruang ICU aku salam pada ayah yang waktu itu tidak bisa bicara
sepatah katapun karena selang pembantu pernafasan aku sempat memegang tangannya
yang aku bayangkan waktu itu adalah “ayahku
adalah orang terhebat yang pernah ada” selama ini dia masih bertahan walau
memakai alat bantu pernafasan disini aku malu untuk menangis aku seperti
pecundang di banding ayah yang tak pernah ngeluh selalu sabar dan kuat apabila
di beri cobaan, dan kata-kata terakhirku
waktu itu adalah “SEMANGAT PA !” sambil
menahan tangis. Sebernarnya aku ingin mengobrol panjang sekali namun karena
keadaan yang tidak memungkinkan.
Aku pulang
namun tak lama setelah sore menjelang, telephone dari ibuku membuatku kembali menunduk dan hati
ini berkata ya Allah SWT kenapa harus ayahku yang kau beri cobaan sampai
seperti ini, ibuku memberi kabar bahwa keadaan ayah turun derastis dan harus di
kejut jantung lagi kalau tidak kondisinya akan semakin parah, pada tanggal 1 Oktober waktu itu berbarengan dengan
hari keberangkatan ibadah haji kakak ibu saya. Dengan kabar dari ibu aku pun
berangkat dan pamit pada saudara yang menunggu di cianjur, ke bandung dengan saudaraku waktu itu dan
baru sampai di maleber cianjur kakak perempuanku menelepon sambil menangis dan
memberi tahu sekitar pukul 19.00 bahwa ayah tercintaku telah tiada aku sempat menangis namun uwa atau kaka ibuku
menasehatiku agar jangan menangis aku berhenti menangis, dan sesampainya di
Bandung aku lari masuk ke rumah sakit dan aneh kenapa setelah di nasehati tadi
aku tidak menangis saat aku melihat ayah saya terbaring tak berdaya walaupun
ibu dan kakak perempuan saya menangis atas kepergian ayah, pada pukul 00.02
jasad ayah sampai di Cianjur.
Sampai saat
ini aku masih berfikir kenapa ayahku harus meninggal pada saat saya tidak dekat
dengan beliau rasa sesal ini hilang setelah saya tahu bahwa ini adalah takdir
dari Allah SWT yang siapapun tidak pernah tau waktu dan tempat kita meninggal
dan hanya Allah SWT yang tau itu, aku hanya beranggapan bahwa dengan kepergian
ayah aku bisa berubah menjadi anak yang baik dan berbakti pada orang tua juga
apa yang di berikan Allah SWT pada kita adalah yang terbaik. “DEAR FATHER I
WILL ALWAYS BE MISSED”.